Hilangnya Nilai Filosofis sejarah dan nilai budaya yang ada di Tugu Yogyakarta

Yogyakarta merupakan kota yang luar biasa buat saya. Di kota ini kental akan budaya jawa dan tersimpan history-history Jawa zaman dahulu yang harus diketahui dan dipelajari. Tugu Yogyakarta salah satunya.

Tugu Jogja ini merupakan titik "poros imajiner" kota Jogja. Tepat di bila ditarik garis sebelah utaranya adalah Gunung Merapi dan di sebelah selatannya adalah Panggung Krapyak. Dari sinilah acuan pembangunan kota Jogja. Keraton dan alun-alunnya mengikuti acuan poros imajiner ini, sehingga antara Gunung Merapi, Tugu, Keraton, Panggung Krapyak, dan Laut Selatan bila ditarik garis merupakan satu rangkaian utara-selatan.




Tugu Yogyakarta merupakan salah satu monumen yang sudah berusia cukup tua, dan sekarang menjadi salah satu ciri Kota Yogyakarta. Tugu Yogyakarta yang dibangun oleh Pangeran Mangkubumi, pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, untuk memperingati perjuangan bersama-sama rakyat dalam melawan penjajah, sehingga menghasilkan Perjanjian Gianti (Kamis Kliwon Jumadilawal Th. Be 1680 atau 13 Pebruari 1755) yang membagi wilayah Mataram menjadi 2 (dua) yaitu Kasultanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.


TUGU GOLONG GILIG (25 Meter's tahun 1756)Pangeran Mangkubumi yang pendekar sejati dan ahli strategi perang ingin meninggalkan pesan abadi yang ditorehkan melalui bentuk fisik tugu. Pesan tersirat maupun tersurat dalam Tugu Yogya merupakan bentuk apresiasi Sinuwun Sri Sultan HB I kepada para kawulanya (rakyat) yang telah manunggal karsa secara golong gilig (menyatukan dan membulatkan tekad) untuk melawan Belanda. Kebersamaan dalam perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil, Pangeran Mangkubumi bersama rakyat Mataram mampu mengalahkan Belanda sehingga mendapatkan tanah Mataram yang kemudian setelah bertahta sebagai raja I dengan gelar Sri Sultan HB I kerajaannya diberi nama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Semboyan yang senantiasa dipergunakan Pangeran Mangkubumi untuk melawan penjajah Belanda pada masa itu adalah "golong gilig", yaitu bersatu padu dengan rakyat dalam melaksanakan perjuangannya. Oleh karena itu, tugu peringatan ini juga diberi nama Tugu Golong Gilig, yang mempunyai ketinggian 25m, dengan badan bangunan (tiang) berbentuk silinder (gilig) dan berbentuk bulat seperti bola (golong : jw) pada puncaknya, terbuat dari batu bata sedangkan Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar.


Tetapi sangat disayangkan, masyarakat sekarang belum pernah menyaksikan bentuk "Tugu Golong Gilig asli ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono I " karena pada hari senin wage, tanggal 4 sapar, Thun Ehe 1796 atau 10 Juni 1867, kota Yogyakarta digunjang gempa bumi yang sangat dasyat sehingga tugu tersebut roboh menjadi 3 bagian. Keadaan ini masih diperparah keculasan penguasa Belanda yang sengaja merombak bangunan Tugu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1889 sehingga sangat mengaburkan makna yang sebenarnya.

TUGU DE WITT PAAL (15 meter 1889)Pada tahun 1889, Pemerintah Belanda membangun kembali dengan bentuk baru seperti yang ada sekarang (ketinggian 15 m). Dalam bentuk baru ini, makna "golong gilig" sudah tidak tampak lagi. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu.
Dibagian badan tugu yang tampak sekarang terdapat prasasti yang bertuliskan aksara jawa.

  1. Prasasti disebelah utara bertuliskan "Pakarjianira Sinembahan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo ingkang kaping V". Kaundhangaken denung Tuwan JWE van Brussel, opzichter Waterstaat (pekerjaan yang diundangkan oleh Pepatih dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V. Dipimpin oleh Tuwan JWE van Brussel, opzichter Pekerjaan Umum).
  2. Prasasti disebelah timur, ingkang mangayu bagya Karsa Dalem Kanjeng Tuwan Resident J. Mullemeister "(dengan persetujuan Residen J. Mullemeister)" sebelah selatan "HB VII" (Hamengkubuwono VII), dan Candrasengkala "Wiworo Hardjo Manggala Pradja (1819)" berarti Gerbang Kesejahteraan yangdipersembahkan/didirikan untuk pimpinan Praja.
  3. Disebelah barat, "Yayasan dalem ingkang sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Ingkang Kaping VII" (dibangun oleh Yang Mulia kanjeng Sultan Hamengkubuwono VII).

Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Seluruh tubuh tugu diberi warna putih. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal (bahasa Belanda yang artinya Tugu Pal Putih). Masyarakat Yogyakarta juga sudah tak mampu lagi menyebutkan Tugu "Golong Gilig" tetapi menyebutnya "Tugu Pal Putih". Dari referensi yang saya dapat makna sesungguhnya bangunan tugu yang ada sekarang ini belum dapat terungkap.

Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.

bangunan kuno ini sampai saat sekarang masih berdiri kokoh ditempatnya semula, dan konon merupakan salah satu bangunan yang terletak digaris sumbu antara gunung Merapi - Kraton Yogyakarta - Panggung Krapyak - Laut Selatan yang merupakan "Sumbu Khayal (Poros Imajiner)" dan sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat Yogyakarta.

Sepenggal kutipan koran KR(Kedaulatan Rakyat) jogja Jumat, 23 April 2010

"YOGYA (KRjogja.com) - Bangunan Tugu Yogyakarta yang telah mengalami renovasi pada sekeliling landasannya memang tidak memberikan perubahan secara signifikan pada bentuk fisiknya. Namun, secara filosofis sejarah, nilai budaya yang ada dalam bangunan tersebut memang telah berubah sejak lama.

Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Djoko Dwiyanto mengungkapkan, pada dasarnya bangunan Tugu asli yang sesuai dengan sejarah awal Yogyakarta sudah tidak ada lagi. Sebab, sejak tahun 1864 lalu saat gempa bumi terjadi di Yogyakarta, bentuk fisik Tugu telah mengalami renovasi.


Atas dasar itu pula, untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat akan nilai filosofis dan sejarah Tugu yang asli, pemerintah propinsi DIY atas usulan dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X akan membangun replika Tugu asli berupa Golong Gilig di area sekitar Tugu.


"Keinginan Sultan adalah dibuat replika Golong Gilig seperti dulu di sekitar Tugu. Kemungkinan akan di bangun di sisi tenggara tempat kios bensin. Nanti akan ditelusuri lagi kepemilikan tanah disana. Selain itu juga akan dilengkapi dengan biorama agar orang tahu sejarah Tugu itu seperti apa. Kemungkinan realisasinya pada 2011 nanti," imbuhnya. (Ran).

sumber referensi :
* www.warintekjogja.com
* jogjagamers.com/forum/index.php?topic=1100.0
* http://grelovejogja.files.wordpress.com/2008/11/000_00471.jpg
* group facebook "Kembalikan Tugu Jogja Yang Asli"
*www.krjogja.com/news/detail/2982 /Tugu.Yogya..1..-.Secara.Filosofis.Sejarah.Sudah.Berubah.html
*http://setiono-rap.blogspot.com/2010/08/hilangnya-nilai-filosofis-sejarah-dan.html

Related Posts:

1 Response to "Hilangnya Nilai Filosofis sejarah dan nilai budaya yang ada di Tugu Yogyakarta"

  1. Sekarang proyek pembangunan replika tugu golong giling sudah selesai blm?

    ReplyDelete